Imam Yahya Tegaskan Makna Moderasi Beragama untuk Generasi Milenial Lewat Webinar

 

(Foto/Doc. Tim KKN MIT DR Kelompok 66 UIN Walisongo)

SEMARANG, hmisaintek-walisongo.or.id – Tim Kuliah Kerja Nyata Mandiri Inisiatif Terprogram Dari Rumah (KKN MIT DR) Angkatan 11 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Kelompok 66 menggelar webinar dengan tema “Menguatkan Moderasi Beragama di Era Milenial” pada Senin (18/01/2021).

Acara yang dilangsungkan pada Zoom Meeting tersebut menghadirkan Direktur Moderasi Beragama UIN Walisongo Semarang, Imam Yahya sebagai pemateri.

baca juga : Kiprah Pendidikan Indonesia di Era Pandemi

Alfandi, Dosen Pembimbing Lapangan Kelompok 66 KKN MIT DR tersebut mengatakan bahwa meskipun anggota kelompoknya berjauhan, kelompok 66 bisa tetap melaksanakan webinar.

“Ada yang dari Aceh, Medan, Semarang, dan lainnya”, ujar Alfandi.

Imam Yahya mengatakan bahwa generasi milenial lebih percaya kepada omongan orang terkait sesuatu yang ingin diketahuinya daripada mencarinya sendiri di sumber yang terpercaya. Hal ini menurutnya disebabkan oleh hilangnya budaya membaca yang seharusnya mereka miliki.

"Tantangan generasi milenial dalam beragama di antaranya adalah dalam bidang IT. Generasi milenial harus kritis terhadap informasi yang mereka terima", terang Imam Yahya.

Menurut Imam Yahya, ada 4 tantangan utama yang dihadapi dalam era milenial. Yang pertama adalah maraknya istilah hijrah yang sering disalahpahami, banjir informasi di media sosial, fenomena dai atau ustaz/ah Google dan YouTube, serta adanya eksklusivisme dalam beragama.

Pria kelahiran Brebes tersebut memberikan penguatan kepada generasi milenial, bahwa mereka harus mempunyai prinsip. Informasi apapun yang didapat, harus disaring terlebih dahulu sebelum di-sharing.

Dalam webinar tersebut, Imam Yahya juga memaparkan data intoleransi yang berhasil dihimpun oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2017. Data tersebut mengatakan bahwa pelajar dan mahasiswa yang radikal ada 58%, intoleransi internal 51,1%, intoleransi eksternal 34,4%.

baca juga : Perkuat Wawasan Kesejarahan, HMI Saintek Adakan Follow Up Sejarah

"Untuk mengurangi tingkat intoleransi generasi milenial, maka mereka harus memahami substansi toleransi, tidak latah terhadap modernisasi", ujar Imam Yahya.

Meskipun secara online, peserta sangat antusias dalam mengikuti agenda, dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan ketika diskusi. Salah satunya pertanyaan yang diberikan oleh Lailatus Syarifah, mahasiswa KKN MIT DR XI Kelompok 66. Ia menanyakan kepada pemateri mengenai film "The Flag" yang sempat menuai kontroversi, sebab di film tersebut terdapat adegan perkelahian antara muslimah bercadar dengan yang tidak.

Imam Yahya mengatakan bahwa ia kontraproduktif dengan film tersebut. Meskipun pada awalnya film "The Flag" terlihat ingin memperlihatkan semangat kebangsaan yang tinggi, namun ada adegan perkelahian yang malah menodai film.

"Saya secara pribadi menyayangkan film yang menampilkan kelompok yang tasyaddudi dan tasahhuli tersebut. Sebab, ini akhirnya yang menodai film tersebut", tambahnya.

Di akhir sesi, Imam Yahya menegaskan bahwa kita harus memahami apa itu makna toleransi. Sebab sebenarnya pluralitas adalah watak Islam.

"Di dalam surat al-Hujurat ayat 13 sudah dijelaskan. Kewajiban kita adalah mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan kemampuan kita. Tidak semua orang bisa dipaksa biar begini atau begitu", jelas Imam Yahya.

Webinar kali ini ditutup dengan bacaan hamdalah dan diikuti dengan sesi foto bersama lewat Zoom Meeting.

(Red: Ifah)

Comments

Popular posts from this blog

Jenjang Pendidikan Formal Kader HMI

Implementasi Bersyukur dan Ikhlas dalam Meneguhkan Qalbu

Keteraturan Alam Semesta