Revitalisasi Hakikat Semboyan Bangsa

Ilustrasi/ Firman

Oleh: Firman Hardianto, Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Walisongo Semarang dan Ketua Umum HMI Komisariat Saintek 


Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa.

(Pupuh 139, bait 5, Kitab Sutasoma – Mpu Tantular)

Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia sepakat untuk menggunakan filosofi Bhinneka Tunggal Ika untuk menjadi semboyan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bhinneka Tunggal Ika diungkap pertama kali oleh Mpu Tantular, seorang pujangga agung kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk. Semboyan ini menjadi sesanti pemersatu kerajaan Majapahit untuk mengantisipasi adanya keanekaragaman dan menanamkan pandangan bahwa meskipun berbeda, tetap kokoh dalam satu pengabdian.

Kondisi sosial politik bangsa Indonesia yang tak jauh berbeda dengan kerajaan Majapahit menjadi salah satu dasar kesepakatan dalam menggunakan filosofi dari Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa. Secara yuridis Bhinneka Tunggal Ika telah resmi menjadi semboyan bangsa Indonesia dan tercantum dalam pasal 36A UUD 1945.

baca juga: Kiprah Pendidikan Indonesia di Era Pandemi

Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, seluruh elemen baik pemerintah dan masyarakat perlu memahami Bhinneka Tunggal Ika sebagai suatu filosofi hidup bernegara. Apapun perbedaan di antara elemen dalam negara Indonesia perlu dileburkan menjadi satu kesamaan dan satu pengabdian untuk Indonesia.

Dewasa ini berbagai konflik kekerasan mencederai kehidupan kemanusiaan baik di Indonesia maupun di tingkat internasional. Sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat terlibat konflik kekerasan yang tentu berdampak pada kondisi daerah yang meresahkan. Situasi itu menjadi ancaman teror sepanjang hari bagi berbagai pihak, terutama rakyat sipil. Sebelumnya konflik bersenjata yang memanas antara Palestina-Israel pun menyebabkan kesengsaraan yang lebih mencekam di antara rakyat sipil.

Menanggapi kasus konflik kekerasan yang terjadi baik di ranah internasional maupun tanah air merupakan suatu hal yang tak bisa dianggap remeh. Seluruh elemen perlu mendorong untuk terselesaikannya konflik demi terwujudnya rasa saling menghargai antarsesama umat manusia. Pemerintah perlu menjadi penengah yang handal dan pelerai konflik yang cerdas agar dapat menyelesaikan konflik dengan jalan perdamaian.

baca juga: Seharusnya Pernikahan Dipandang Sebagai Ibadah

Dalam situasi seperti ini, sebagai bagian dari bangsa Indonesia setiap elemen perlu kembali merujuk pada semboyan hidup bangsa. Setiap pihak perlu memahami bahwa konflik – apalagi dengan nuansa kekerasan, hanya akan menyebabkan malapetaka. Apapun yang melatarbelakangi perbedaan, sejatinya tetap saja ada satu muara yang bisa menciptakan rasa persatuan sebagaimana filosofi semboyan bangsa, Bhinneka Tunggal Ika. Wallahu’alam bishawwab.

Comments

Popular posts from this blog

Jenjang Pendidikan Formal Kader HMI

Implementasi Bersyukur dan Ikhlas dalam Meneguhkan Qalbu

Keteraturan Alam Semesta